“Inilah sekat kanal yang kami buat bersama warga,” ucap Abdul Manan.
Manan masih ingat gotong-royong yang dilakukannya bersama warga sebelum kedatangan Joko Widodo, Presiden RI. Dalam seminggu mereka membuat dua kanal sepanjang empat meter. Bertungkus lumus kerja dari pagi hingga petang.
Kini sekat kanal yang sudah dibuat itu jadi kebanggaan, sebab beri banyak manfaat untuk warga. Sekat kanal banyak ditiru dan panjangnya terus bertambah, sehingga dapat digunakan untuk mengalirkan tual sagu. Juga dengan disekatnya kanal, tinggi air terus terjaga dan tak buat tanah gambut jadi kering. Ia ingat ini pesan Jokowi saat datang pada 27 November 2014 lalu.
Alhasil, tiap ada tamu datang ke Desa Sungai Tohor, selalu ia ajak berkeliling melihat hasil karyanya tersebut.
Sekat kanal yang dikunjungi Joko Widodo pada November 2014 lalu |
CIK MANAN IA KERAP DISAPA. Lahir pada 1 Mei 1973 dan tinggal di Desa Sungai Tohor. Sebuah desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur daerah administrasi Kabupaten Kepulauan Meranti. Ia menempuh pendidikan dasar di tanah kelahirannya tersebut. Lalu pada 1986 menempuh sekolah menengah di daerah Tanjung Samak. Hanya setegah tahun, ia pindah ke Selat Panjang dan menyelesaikan pendidikan hingga menengah atas.
Selama lima belas tahun ia bekerja di pabrik pengolahan kelapa dan nenas milik PT Riau Sakti United Plantation. Namun kerinduannya pada kampung halaman membuatnya ambil keputusan berhenti bekerja. Pada 2008 ia kembali ke Sungai Tohor.
Tanah kelahirannya ini terkenal sebagai penghasil sagu. Ketika ia memutuskan untuk kembali, rencana soal mengembangkan olahan sagu sudah berkecamuk dalam pikirannya. Membuat olahan sempolet, mi sagu hingga lemak sagu, ini ide yang muncul di benaknya. Walhasil, kembali ke Sungai Tohor, ia jadi petani sagu. “Yang penting, tradisi masyarakat disini tak pernah biarkan gambut kering, makanya sagu-sagu tumbuh subur tanpa pupuk kimia,” ujar Cik Manan.
Pertengahan 2008 lalu, Gubernur Riau saat itu, Rusli Zainal datang ke Sungai Tohor. Tujuannya meresmikan kilang sagu basah dan biasa disebut juga bangsal milik warga. Sampai saat ini Cik Manan tetap bertahan jadi petani. Walaupun ia juga sering melakukan peruntungan lain untuk kembangkan kemampuannya.
MANAN PERNAH MENCALONKAN DIRI JADI ANGGOTA DEWAN DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI. Namun ia gagal dalam pemilihan legislatif. “Hanya selisih delapan suara,” ucap Manan sambil tertawa ketika mengingatnya lagi.
Manan katakan, sejak sekolah menengah atas ia sudah bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan. Selama jadi kader ia tidak terlalu aktif lebih fokus cari pekerjaan. Ia juga pernah jadi Ketua Cabang partai berlambang Ka’bah ini di Kecamatan Tebing Tinggi Timur. Sekarang, ia jadi Wakil Ketua Cabang di Kabupaten Meranti.
Manan juga kerap jadi pembicara mewakili masyarakat desa untuk promosikan tradisi lokal untuk jaga gambut tetap basah.
September tahun lalu Ia pernah dijadwalkan untuk menghadiri acara World Foretry Congress ke 24 di Durban Afrika Selatan. Acara berkala tiap enam tahun ini, adalah forum berbagi pegetahuan dan pengalaman tentang konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Sesuai jadwal Manan akan berbicara tentang pengalamannya memanfaatkan hutan sagu di Sungai Tohor.
Namun keinginan Manan promosikan kekayaan lokal kampungnya ke luar negeri gagal. Ia tak jadi berangkat, namanya mirip dengan pejabat di Kepulauan Riau yang dicekal berpergian keluar negeri oleh pihak imigrasi bandara. Efendi, Penghulu Desa Sungai Tohor yang kemudian gantikan dirinya.
Setelah berjarak sebulan dari acara yang lalu, Manan akhirnya berangkat ke luar negeri juga. Kali ini ke Le Bourget Paris, Prancis. Disana ada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim – Conference of Partice 21 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia datang bersama lembaga Non Government Organization atau NGO dari 28 negara. Mereka minta perhatian pimpinan dunia untuk menanggulangi pemanasan global.
“Saya dapat kabar dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) untuk berbagi cerita ke masyarakat Paris tentang kejadian kebakaran hutan,” ucap Manan.
Manan saat memperlihatkan Sekat Kanal kepada para tamu yang datang |
Ia merasa senang bisa berbagi pengalaman tentang budaya lokal Sungai Tohor dan kebakaran hutan di Riau kepada masyarakat dunia. “Tak pernah ada niat kesana, tapi kalau ke Mekkah ada. Cume belum sampai,” ucap Ayah tiga anak ini. Katanya ia banyak belajar tentang disiplin berkendaraan dan warga yang lebih pilih jalan kaki saat berpergian di Paris.
Saat konferensi berlangsung ia dapat kabar baik, Siti Nurbaya Bakar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut izin penggunaan hutan tanaman industri PT Lestari Unggul Makmur yang berada dikampungnya.
SEJAK 2009 MASYARAKAT YANG BERADA DITANAH KELAHIRAN MANAN SUDAH BERKONFLIK DENGAN PT LUM SAPAAN AKRAB MASYARAKAT. Sejak keluar izin operasi 2007 lalu, perusahaan ini telah menyerobot lahan masyarakat dan lahan pemukiman warga. Masyarakat melakukan upaya penolakan. “Kita tolak karena Akasia tidak sesuai sama ekosistim desa. Nanti sagu tidak akan tumbuh lagi,” ucap Manan.
Muhamad Ridwan adalah rekan Manan yang ikut menolak keberadaan PT LUM dan minta segera dicabut izinnya. Mereka juga pernah menolak keberadaan PT Riau Andalan Pulp and Paper di Pulau Padang. Aksi penolakan dilakukan sampai ke kantor Bupati dan Dewan di Bengkalis. “Ini usaha kami untuk melindungi desa,” ucap Yet sapaan akrabnya.
Di desa, Manan sering mengajak pemuda desa untuk peduli dengan lingkungan. Ia punya cara tersendiri. Para pemuda diajak ngupi di pojok rokok rumah Manan. Pojok rokok itu pondok dipekarangan rumah, tempat penghuni rumah dan tamu yang ingin merokok. Ia ingat saat pembahasan terkait upaya agar tetap menjaga tanah gambut tetap basah. “Awalnya kami dicakap gile karena cerita gambut biar tetap basah,” ucap Manan tersenyum.
KINI KABAR TENTANG DESA SUNGAI TOHOR DENGAN KEARIFAN LOKAL UNTUK MENGOLAH SAGU SUDAH DIKENAL BANYAK PENELITI. “Karena media banyak yang kampanyekan Sungai Tohor, juga ada dosen dari luar negeri, Craigh Dosen Senior dari Monash University Australia,” ucap Yet. Peneliti itu ingin mengetahui proses di kilang sagu dan pembuatan makanan dari bahan dasar sagu.
Jokowi saat melihat sekat kanal yang dibuat warga. Foto : http://villagerspost.com |
Bersama Walhi, Cik Manan dan warga Sungai Tohor sempat mengadakan Festival Sagu yang menghadirkan Melanie Subono, Fadli Padi dan Iksan Skuter. Kedepan suami dari Andriati ingin wajibkan setiap warga desa dan tamu yang berkunjung ke Sungai Tohor menanam pohon.
*Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Bahana Mahasiswa Edisi Kebudayaan 2016
Majalah Bahana Mahasiswa Edisi Kebudayaan “Melayu di ujung Tanduk” |